Badai Kompetisi Siswa Attaraqqie



MALANG - Sorak sorai pelajar Malang Raya menggemparkan Aula Skodam V Brawijaya Malang, hari ini (29/1/15). Mereka berkumpul untuk saling unjuk kebolehan dalam berbagai ajang yang digelar oleh Malang Pos dengan nama M-teens School Competition 2015. Pesta pelajar malang Raya yang akrab disebut MSC ini merupakan acara tahunan yang diikuti oleh pelajar SMP/ MTs dan SMA/ MA/ SMK se-Malang Raya. Salah satu yang dilombakan adalah Mading 3D. Kompetisi ini menyedot perhatian berbagai kalangan. Tidak hanya pelajar tingkat atas yang berani menampilkan diri, pelajar SMP/ MTs juga berduyun-duyun mendaftarkan timnya dalam kompetisi mading tersebut. Salah satunya adalah tim mading dari MTs Attaraqqie. Tim mading ini terbilang cukup unik dan layak mendapat penghargaan atas kerja kerasnya. Bagaimana tidak, tim yang terdiri dari lima siswa dan satu orang pembina ini mengalami masalah pada madingnya hingga mengharuskan mereka bekerja lebih ekstra dari pada tim mading lainnya. Hingga setelah dhuhur tadi, mading mereka masih belum rampung seratus persen.
Hal itu dikarenakan mading yang bertema my future world itu jatuh dan semua bangunannya rusak sore lalu (28/1/15) saat dibawa ke lokasi lomba. Akibatnya, hari ini mereka harus berangkat pagi-pagi jam 7 dari rumahnya untuk mengganti tatanan mading yang rusak parah. Azzam, salah satu anggota tim mengaku, bahwa dirinya merasa sedih ketika madingnya jatuh sedangkan hari ini harus dipamerkan di Aula Skodam V Brawijaya. “Mau nggak mau ya harus bikin lagi yang baru, Kak.” ungkapnya dengan senyum kecut. Berbeda dengan Azzam, anggota lain yang bernama M. Shobirul menjelaskan bahwa mereka tidak hanya mengganti isi mading yang rusak, namun, mereka juga harus membeli bahan yang akan digunakan. “Sekarang, pembina kita masih membeli styrofoam untuk membuat bangunan mading.” jelasnya sesuai acara pembukaan M-teens tadi.
Bapak Kurniawan, selaku pembina tim mading dari MTs Attaraqqie mengatakan, bahwa kerusakan mading tersebut tidak mematahkan semangat anak didiknya. Karena pada dasarnya, merekalah yang ngotot untuk mengikuti kompetisi ini, pembina dan sekolah hanya menfasilitasi dan membantu. Konsep mading yang mereka buat juga berasal dari tim yang berasal dari siswa kelas delapan itu. Guru yang tinggal di Kebon Agung itu juga mengaku, bahwa mereka adalah pendaftar terakhir di lomba mading tersebut. “Persiapan kami pun mepet, tidak sampai lima hari mading sudah jadi. Saya juga shock ketika insiden ini terjadi.” tutur beliau. (B/N)

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)

Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah