Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye


Judul                            : Hujan
Penulis                         : tere Liye
Penerbit                       : Gramedia
Tahun Terbit                : 2016
Jumlah Halaman          : 320 halaman

Manusia mungkin saja merasa berkuasa di atas muka bumi, merasa sebagai spesies paling unggul. Tapi, mereka sebenarnya berada dalam posisi sangat lemah saat berhadapan dengan kekuatan alam – Tere Liye


Dibalik romansa cinta yang disuguhkan dalam novel Hujan, penulis rupanya berusaha membawa pembacanya untuk mengkhayalkan kehidupan puluhan tahun mendatang. Dimana manusia dengan sifat rakus dan kesombongannya dihancurkan oleh kekuatan alam yang maha dahsyat.

Novel yang terbit tahun 2016 ini memiliki dua tokoh utama yakni lail dan Esok. Kedua anak ini dipertemukan saat terjadi bencana alam yang melanda dunia pada tahun 2042. Bertepatan dengan lahirnya bayi manusia yang ke sepuluh milyar. Sosok Esok yang bernama lengkap Soke Bahtera digambarkan sebagai anak muda yang jenius dengan penemuannya berupa mobil terbang yang diadopsi oleh seorang Wali Kota dan memasuki perguruan tinggi di ibu kota pada usia 16 tahun, dan Lail memiliki karakter gadis sederhana yang hidup di panti sosial pasca terjadinya bencana alam yang kemudian menjadi seorang relawan dan bersekolah di sekolah perawat.

Penulis menggunakan alur maju mundur dalam novel ini, sehingga pembaca seolah ikut mengenang kejadian yang dialami oleh tokoh beberapa tahun silam. Cerita dalam novel ini dimulai dengan peristiwa Lail mendatangi Pusat Terapi Saraf untuk memodifikasi ingatannya. Dibantu oleh seorang paramedis senior Elijah, Lail menceritakan seluruh kisah hidupnya sejak peristiwa bencana alam tersebut.

Lail bercerita, pada peringatan kelahiran bayi yang ke sepuluh milyar kala itu, Lail menaiki kapsul lorong bersama ibunya menuju sekolah. Namun sayang, ditengah perjalanan terjadi letusan gunung purba berkekuatan 10 SR yang disebut manusia sebagai super volcano. Penumpang berlari menyelamatkan diri melalui tangga darurat. Namun, penumpang yang berhasil selamat hanya Lail dan Esok.

Mereka berdua tinggal di pengungsian hingga satu tahun lamanya. Tidak seperti Lail yang ditinggal mati ayah dan ibunya, Ibu Esok masih hidup meskipun dengan kaki yang lumpuh. Kedua anak kecil yang masih belum mengenal arti cinta ini saling menyayangi dan memberi perhatian. Bermain bersama, dan berbagi cerita ketika malam tiba. Hingga keadaan kota kembali pulih, dan mereka harus berpisah.

Setelah gempa yang mengguncang dunia, bahkan menghilangkan lebih dari separuh benua di bumi, iklim berubah menjadi sangat dingin. Konflik dimulai ketika beberapa Negara di daerah sub tropis mengirimkan pesawat ulang alik untuk mengintervensi lapisan stratosfer dengan mengirimkan gas anti sulfur dioksida. Hal itu bertujuan agar cuaca menjadi normal kembali. Namun, hal itu mengakibatkan pertentangan dari berbagai pihak.

Tahun 2044, salju turun di seluruh Negara tropis, bahan pangan mulai menipis, sehingga menyebabkan seluruh pemimpin Negara mengadakan deadlock KTT perubahan iklim dunia yang menghasilkan kesepakatan menerbangkan pesawat ulang alik secara bersamaan. Saat itu, Lail berusia 19 tahun, dan Esok 21 tahun.

Intensitas pertemuan Esok dan lail semakin jarang. Bahkan ketika libur panjang, Esok tidak bisa pulang ke kotanya karena terlibat sebuah proyek penting yang dirahasiakannya dari keluarganya, termasuk Lail.

Hingga akhirnya, setahun setelah diluncurkannya pesawat ualng alik oleh nagara tropis, awan tidak lagi muncul di bumi, siklus air tidak akan terjadi, sehingga diprediksikan hujan tidak akan turun lagi. Lail yang mendengar kabar itu pun bersedih. Baginya, hujan memiliki tempat khusus dalam hidupnya. Setiap peristiwa penting yang terjadi, hujan selalu turun menyertainya. Bahkan ketika Lail menangis ia selalu berharap hujan turun agar tidak ada yang tahu bahwa dirinya tengah menangis.

Esok menjelaskan fenomena tersebut pada Lail, bahwa musim panas panjang itu adalah awal kepunahan manusia. Bahkan diprediksikan dalam 10 hingga 20 tahun ke depan manusia satu generasi akan punah. Bersamaan dengan itu, Esok mengaku bahwa dirinya sedang dalam proyek pembuatan pesawat antariksa yang akan membawa manusia hidup di luar angkasa. Hanya 30 ribu penduduk yang akan dbawa pada orbit seratus hingga 200 km dari bumi jauh di atas lapisan stratosfer. Mereka dipilih secara acak oleh mesin yang mendeteksi penyebaran genetik manusia. Tapi, Lail tidak terpilih sebagai penumpang pesawat tersebut. Sedangkan Esok memiliki dua tiket.

Masalah kembali muncul ketika Wali kota datang dan meminta Lail untuk menyerahkan satu tiket yang diberikan oleh Esok untuk diberikan kepada anaknya, Claudia. Tetapi, belum sempat Lail menerima tiket pemberian Esok, ia sudah tahu bahwa Claudia mendapatkan tiket dari esok itu. Lail yang patah hati dan mulai putus asa memutuskan untuk memodifikasi ingatannya agar tidak lagi mengingat esok.

Akhir dari cerita romantis yang berpadu saintis ini bisa disebut happy ending. Ternyata, esok tidak ikut dalam penumpang pesawat itu. Esok mengkloning saraf otaknya agar pesawat antariksa itu bisa terbang tanpa dirinya. Sedangkan satu tiket yang lain, ia berikan kepada ibunya. Bagi esok, tidak ada yang lebih berharga di dunia ini selain Lail. Ia memutuskan untuk menunggu kepunahan dirinya di bumi bersama lail. Melaewati musim panas panjang bersama. Lail pun pada akhirnya memilih untuk merangkul semua ingatannya sehingga mesin pemodifikasi ingatan tidak bisa menghapus satu ingatannya pun.

Jika diamati, cerita yang diwarnai dengan teknologi canggih ini berlatar tempat di Indonesia. hal ini didukung dengan pemaparan penulis mengenai meletusnya gunung purba. Nama-nama tokoh juga familiar menjadi nama orang Indonesia.

…. Seperti dalam catatan sejarah, betapa dahsyatnya letusan gunung Krakatau atau tambora. Tapi, kali ini ledakan lebih dahsyat daripada kedua gunung itu. ….
Beberapa bagian juga menceritakan bahwa mereka hidup di Negara tropis.

Bisa Anda bayangkan ketika dua puluh tahun mendatang Indonesia bisa memiliki teknologi canggih seperti yang ditulis oleh Tere Liye dalam novel ini?
Bangunan-bangunan baru mengadopsi sistem pintar. Super market tanpa pelayan. Bahkan di restoran, pengunjung memesan makanan cukup dengan menekan meja makan yang sekaligus adalah layar sentuh, memilih menu lewat layar itu. Dan saat selesai, meninggalkan meja, sistem akan langsung melakukan autodebt. …

Kapsul bawah tanah, mobil terbang, kartu elektronik untuk naik angkutan umum, bahkan salah satu pemudanya diikutkan dalam pembuatan pesawat antariksa.

Jika novel ini difilmkan, kita akan seperti menonton sebuah film Hollywood dengan teknologi mengagumkan, atau seperti film anak bangsa baru-baru ini berjudul Tiga (Alif Lam Mim) yang juga menceritakan kecanggihan teknologi dan dampakanya didua puluh tahun mendatang.


Sebuah novel dengan cerita unik tentunya. Bagi penggila cerita romantis, dipastikan akan langsung baper dan ikut terbawa suasana percintaan Lail dan Esok. Apalagi, novel ini juga berisi kutipan-kutipan cinta yang sangat relevan dialami oleh remaja masa kini. Bagi penggila cerita berbau sains, novel ini juga sangat layak dibaca oleh Kalian. Kejeniusan yang dimiliki seorang esok ternyata tidak menghilangkan rasa cinta yang ada dalam hatinya untuk Lail. Novel ini pun mengajarkan pada kita bahwa semua kenangan itu indah. Kenangan yang baik atau pun kenangan yang buruk, semuanya memberikan warna dalam hidup kita. untuk melupakan kenangan buruk, kita harus merangkul kenangan itu, dan menerimanya. Well, apapun tanggapan Kalian tentang novel ini, saya memberikan nilai excellent untuk novel bersampul biru ini.

Comments

  1. hujan memanglah selalu membawa kenangan hehe
    jangan lupa mampir ke website kita juga ya ^^

    Zapplerepair Apple dan Smarphone specialist
    telp: 087788855868
    website: http://indonesia.zapplerepair.com/

    TIPS DAN TRICK UNTUK PENGGUNA SMARTPHONE

    ReplyDelete
  2. keren ka .. thanks udh dishare *but i hope bencana yg diceritain itu ga terjadi di Indonesia hiks

    ReplyDelete
  3. hujan mmang menarik untuk dibicarakan

    ReplyDelete
  4. Sungguh mengagumkan novel hujan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)

Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah