Posts

Showing posts from January, 2016

Kebenaran Terabaikan

Hujan sudah mulai reda. Hanya tinggal rintik-tintik kecil yang kasat mata. Setengah jam aku bermain di bawah hujan dengan gadis cilik itu. “Kakak, siapa nama Kakak?” Tanya gadis kecil itu. Aku tersenyum, lalu berjongkok menyamakan tinggiku dengannya. “Aku Bila.” “Kakak wartawan ya?” tanyanya penuh selidik. “Kok kamu tahu? Iya, kakak wartawan. Kenapa? Kamu juga ingin jadi wartawan?” “Iya. Aku ingin jadi wartawan. Karena kalau aku jadi wartawan, aku bisa menyampaikan kebaikan kepada orang lain. Aku bisa menyiarkan kabar dari seluruh dunia. Aku bisa menolong ornag lain yang perlu pertolongan.” Jelasnya lugu. Aku tersenyum, dia belum tahu bahwa menjadi wartawan tak semudah yang ia pikirkan. Gadis itu lalu meninggalkanku dan masuk ke rumahnya yang sederhana. *** Di sebuah gedung berlantai dua, seorang wanita tengah sibuk menghubungi seseorang. Berkali-kali ia memanggil tapi tak ada jawaban. Bahkan, sekarang nomor yang ia tuju tidak aktif. “Kirimi dia pesan untuk menemui say

Pasukan Ratu Kidul yang Mati Diracuni

Sebenarnya sudah lama kudengar tahayul tentang penunggu-penunggu air itu, dan aku sudah sering menceritakannya pula pada bapak. Tapi, aku malah diketawainya sambil berlalu. bapak bilang, tahayul hanya berlaku bagi orang-orang yang memercayainya, dan dia tidak. Makanya dia santai saja berbuat kejahatan di laut tanpa harus takut dikutuk oleh makhluk halus itu. “Bapak sepagi ini mau mencari ikan?” tanyaku heran melihat bapak sudah menyiapkan jala dan perlengkapan mencari ikan. Bapak diam saja, nelayan yang satu itu memang aneh. Nelayan pada umumnya mencari ikan pada malam hari, dan pulang pagi hari. Mereka memanfaatkan angin darat dan angin laut dengan baik. Berbeda dengan ayah yang melawan arah angin. Tak wajar! “Sudahlah, Kau terus menanyaiku setiap pagi, seolah-olah baru kenal aku saja.” Aku hanya diam dan langsung berlalu meninggalkannya. Tujuh belas tahun aku menjadi anak garam. Lahir dizaman nelayan masih menggunakan perahu gethek, tumbuh dizaman orang-orang sudah mengena

Payung malaikat

Setelah menyelesaikan ujian terakhir siang itu, aku bergegas menuju sebuah warung lesehan sederhana di gang kecil yang tak jauh dari kampus. Kupesan segelas jus melon dan kentang goreng. Warung itu masih sepi ketika aku datang, tak lama kemudian, seluruh meja dipenuhi oleh muda-mudi yang datang bersama pasangan atau rekan-rekannya. Hujan tiba-tiba mengguyur dengan derasnya. Aku yang tak membawa payung siang itu memutuskan untuk tetap di warung yang mulai padat pengunjung. Aku memesan lagi secangkir kopi susu panas. Sambil memandangi jalan aspal berlubang yang ditetesi hujan, aku juga menikmati alunan musik klasik yang diputar pemilik warung. Membuatku semakin kerasan ada di sini. Kilat menyambar sebuah pohon di depan warung dan mengagetkan banyak orang, termasuk aku yang menjerit menyaksikan langsung kejadian itu. Tepat saat itu, seorang lelaki paruh baya memasuki warung dengan tubuhnya yang basah kuyup. Ia sampai meloncat kaget karena teriakanku. Buru-buru aku minta maaf padany