Mengais Keberuntungan di Depan Toilet Stadion Kanjuruhan


DOKUMENTASI : Bu Sri
Dibalik kesan meriah dan menguntungkan di KSD, ada seorang ibu tua yang menggantungkan hidupnya pada lembaran lima puluh ribu rupiah yang ia dapat di Kanjuruhan Sport Day setiap minggunya.
Ialah Ibu Sritianti, warga Kecamatan Ngajum yang berprofesi sebagai penjaga toilet umum di sebelah pos keamanan sebelah barat Stadion Kanjuruhan. Ibu berusia 59 tahun ini telah menggeluti pekerjaan tersebut selama 3 tahun. Ia berjaga mulai Sabtu pagi hingga Minggu sore.
Ibu Sri adalah salah satu dari sekian banyak orang-orang lanjut usia yang menjadi penjaga toilet umum. “Saya itu di sini buruh. Saya diminta bos saya untuk bekerja menjaga toilet ini Sabtu dan Minggu. Ya, lumayanlah Nduk daripada diam di rumah,” jelas Bu Sri ketika ditanya tentang bagaimana ia mendapatkan pekerjaan itu.
Setiap selesai berjaga, ia harus menyerahkan uang hasil berjaga di toilet kepada majikannya. Barulah ia akan mendapat upah dari kerjanya. Jika uang hasil pengunjung toilet berjumlah banyak, Ibu Sri bisa mendapat upah hingga 50 ribu rupiah. Sebaliknya, jika hasil uangnya sedikit, ia hanya akan mendapat 40 ribu rupiah. Menurut Bu Sri, jumlah pengunjung toilet mengalami peningkatan pada saat adanya KSD.
Selain upah tersebut, Bu Sri tidak menerima gaji tambahan lagi. Uang makan dan transportasi Kepanjen-Ngajum include di dalamnya. Ketika ditanya mengenai untung-rugi, ia tersenyum sambil berkata, “Mau bagaimana lagi, Nduk? Anak saya sudah menikah semua dan ikut pasangannya masing-masing. Saya tinggal di rumah sendiri. Suami saya meninggal. Jadi, pekerjaan ini lumayan membantu untuk makan setiap hari.”
Pekerjaan yang tidak mudah bagi Bu Sri. Selain upahnya yang tidak seberapa, ia masih harus begadang semalaman, “Kalau ditinggal tidur terus uangnya dibawa lari orang bagaimana?” candanya di sela-sela wawancara. Belum lagi ia harus dihadapkan dengan pengunjung toilet yang curang dan tidak mau membayar.
“Kalau ada yang curang atau tidak mau bayar ya saya biarkan saja. Masak saya mau teriak-teriak?” sikap Bu Sri ini dikarenakan beliau tidak mau berbuat jelek kepada orang lain, apalagi berkata yang menyakitkan hati pengunjung. “Urusan ketertiban biarlah diurus sama kemanan. Tugas saya hanya menjaga toilet dan uang majikan saya.” Namun, jika seorang pengunjung berbuat kecurangan yang sama berkali-kali, ia hanya bisa berkata, ‘Samean peng piro nang toilet nggak bayar?’
Bagi Bu Sri, pekerjaan ini tidak akan sulit ketika semua pengunjung yang menggunakan toilet membayar sesuai ketentuan dan tidak merusak sarana prasarana. Karena uang pengunjung berpengaruh pada bayaran penjaga toilet. Beliau menikmati pekerjaan ini meskipun jika dikalkulasi, upah yang didapat oleh Bu Sri hanya cukup untuk membayar angkot pulang-pergi dan makan selama menjaga di Stadion Kanjuruhan. 

*Peliputan pada saat Journalist Camp tanggal 27/9/15

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)

Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah