Fenomena Gerhana Matahari di Desa Sidorejo
web - viva.co,id |
Gerhana matahari total yang terjadi pada 9 Maret lalu
menghebohkan banyak kalangan, bahkan membuat manusia dari negara lain
berbondong-bondong datang ke Indonesia. Berbagai cerita pun muncul, seperti
jembatan ampera yang dipenuhi lautan manusia, mendirikan shalat gerhana ,
atau berlomba menyaksikan momen gerhana matahari menggunakan teleskop seperti
di Jawa Barat. Akan tetapi, antusiasme seperti itu tidak saya temukan di daerah
saya, di Desa Sidorejo Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang.
Dusun Sidoayu, salah satu dusun
yang berada di desa tersebut bersama-sama mengadakan shalat gerhana dengan imam
KH. Mudlafir (tokoh agama setempat). Pukul 06.30, jamaah sudah mulai memadati Masjid
Miftahul Huda. Shalat gerhana dimulai pukul 07.30 WIB. Antusiasme warga
tersebut dikarenakan shalat sunnah tersebut belum tentu dapat mereka laksanakan
lagi hingga puluhan tahun mendatang. Seusai shalat gerhana, warga berebut
menyaksikan gerhana matahari secara langsung menggunakan bantuan klise.
Meskipun di daerah tersebut hanya mengalami gerhana matahari sebagian, tetapi
hal itu tetap menyita keingintahuan warga. Tak jarang dari mereka yang
mengabadikan momen tersebut menggunakan kamera hp.
Akan tetapi, antusiasme dalam
penyambutan gerhana matahari tersebut hanya dialami oleh pemuda dan anak-anak. Bertolak
belakang ketika saya melangkahkan kaki ke pasar PAL. Pusat perbelanjaan
masyarakat di daerah ini. Memasuki pasar itu seperti sedang memasuki desa di
Bali yang sedang Nyepi. Tak ada pedagang yang menjajakan dagangannya seperti
biasa. Padahal waktu itu masih pukul 09.00 WIB. Mlijo (pedagang sayur keliling)
juga tidak beroperasi hari itu. Sejak pagi, aktivitas perekonomian bisa
dibilang mengalami kepincangan. Jalanan juga terlihat sepi. Beberapa rumah yang
masih dihuni oleh sesepuh juga ditutup rapat.
Setelah saya telusuri, ternyata
ada peristiwa dimasa lampau yang melatar belakangi sikap warga yang cenderung
berdiam diri di dalam rumah selama hari itu. Peristiwa gerhana matahari memang bukan
pertama kali terjadi di Indonesia. Dua puluh tiga tahun lalu, fenomena alam ini
juga dialami oleh masyarakat Indonesia. Media menyebut peristiwa gerhana 1983
tersebut dengan pembodohan massal. Dimana beredar kabar bahwa gerhana matahari menyebabkan
mata menjadi buta. Pemerintah yang saat itu dibawah kepemimpinan Presiden
Soeharto juga secara resmi mengumumkan agar warga tidak ada yang keluar rumah. Ironis
sekali ketika banyak warga mancanegara datang ke Indonesia ingin menyaksikan
peristiwa astronomi tersebut, masyarakat Indonesia justru ketakutan
menghadapinya. Minimalnya pengetahuan warga tentang gerhana matahari pada saat
itu membuat masyarakat yang berpendidikan rendah, terutama orang tua di desa memiliki
mindset bahwa gerhana matahari akan membawa malapetaka.
Tak hanya itu, mitos yang
disebarkan oleh para leluhur masryarakat suku Jawa juga berpengaruh penuh
sampai saat ini. Golongan tua yang masih memegang erat mitos tersebut tentu
akan mewanti-wanti anak cucunya untuk tidak keluar rumah saat terjadi gerhana. Mitos
tersebut diantaranya:
1.
Matahari
ditelan
Hilangnya matahari atau bulan dianggap, karena disebabkan oleh sosok supranatural berupa buto ijo, Batara Kala atau penamaan lainnya. Mahluk supranatural itu diyakini menelan benda langit tersebut. Gelap dianggap keburukan.
Hilangnya matahari atau bulan dianggap, karena disebabkan oleh sosok supranatural berupa buto ijo, Batara Kala atau penamaan lainnya. Mahluk supranatural itu diyakini menelan benda langit tersebut. Gelap dianggap keburukan.
2.
Musibah
atau bencana
Gerhana matahari merupakan tanda adanya bencana dan kerusakan. Ini merupakan awal dari kemarahan Tuhan
Gerhana matahari merupakan tanda adanya bencana dan kerusakan. Ini merupakan awal dari kemarahan Tuhan
3.
Orang
hamil jangan keluar rumah
Fenomena gerhana matahari diyakini bisa menyebabkan bahaya pada wanita hamil dan anak yang belum lahir. Beberapa ibu hamil dan anak kecil diharuskan untuk tetap berasa di rumah selama gerhana berlangsung, ada juga yang haus berlindung di kolong ranjang. Kalau tidak, bayi yang lahir bakal cacat.
Fenomena gerhana matahari diyakini bisa menyebabkan bahaya pada wanita hamil dan anak yang belum lahir. Beberapa ibu hamil dan anak kecil diharuskan untuk tetap berasa di rumah selama gerhana berlangsung, ada juga yang haus berlindung di kolong ranjang. Kalau tidak, bayi yang lahir bakal cacat.
4.
Melihat
langsung gerhana matahari bakal buta
Ada keyakinan jika langsung melihat gerhana matahari mata pengamat langsung mengalami buta.
Ada keyakinan jika langsung melihat gerhana matahari mata pengamat langsung mengalami buta.
5.
Aman,
melihat gerhana melalui air di baskom
Banyak warga yang masih meyakini, cara menikmati gerhana matahari yang aman adalah menggunakan media air dalam wadah.
Banyak warga yang masih meyakini, cara menikmati gerhana matahari yang aman adalah menggunakan media air dalam wadah.
6.
Pukul
kentongan atau lesung untuk mengusir kegelapan matahari
Memukul kentongan untuk mengusir mahluk supranatural atau Batara Kala yang ingin menelan matahari. Kentongan atau lesung dianggap mewakili tubuh Bataka Kala yang terpisah dengan kepalanya setelah dipenggal oleh dewa. Kepala Batara Kala diyakini marah dan akhirnya berusaha terus menelan matahari.
Memukul kentongan untuk mengusir mahluk supranatural atau Batara Kala yang ingin menelan matahari. Kentongan atau lesung dianggap mewakili tubuh Bataka Kala yang terpisah dengan kepalanya setelah dipenggal oleh dewa. Kepala Batara Kala diyakini marah dan akhirnya berusaha terus menelan matahari.
Menilik dari fenomena yang saya temui
tersebut, membuat saya miris. Tradisi, kepercayaan, mitos, memang sudah menjadi
bagian dari perjalanan hidup rakyat Indonesia. Bahkan, kita tidak boleh
menghilangkannya. Karena tradisi dan kebudayaan tersebut menjadi identitas
suatu suku bangsa. Akan tetapi, diera sekarang ini setiap tradisi, kepercayaan,
mitos atau ajaran tradisional harus dibarengi dengan pengetahuan modern. Karena
kita tidak bisa hidup hanya dengan mengandalkan “Jare wong tuwo” tapi, juga
harus berpengetahuan luas dan ilmiah agar tidak mudah dibohongi dan dibodohi. Dengan
pengetahuan pula kita dapat melestarikan budaya lokal kita. Inilah tugas kita
sebagai generasi muda yang harus meluruskan pemikiran para nenek moyang kita
yang masih berpengetahuan mini, sekaligus mewariskan tradisi lisan dan budaya
kita pada generasi selanjutnya.
*Source : Dari berbagai sumber di internet
Comments
Post a Comment