Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah

Selimut baru yang akan dipasang di makam Mbah Sogol

Masyarakat yang mendiami wilayah Gondanglegi tentu tidak asing dengan nama Mbah Sogol dan kirab dalam rangka Haul Mbah Sogol. Kirab dalam rangka haul Mbah Sogol sejatinya diperingati setiap tanggal 11 Suro dalam kalender jawa. Tahun ini, peringatan Haul Mbah Sogol ke 177 tersebut jatuh pada Sabtu (23/9). Serangkaian kegiatan kirab dilaksanakan selama beberapa hari. Dimulai dengan persiapan, hari H, dan pembacaan shalawat sebagai penutup.

membawa kembang tabur

Pada dasarnya, tujuan utama dari peringatan haul ini dalam istilah jawa disebut “ganti kemul” artinya mengganti selimut penutup makam. Dengan mengganti selimut, dipercaya sang arwah memperoleh ganti kehidupan yang lebih baik di alam barzah. Persiapan kirab berlangsung di rumah Wakil Bupati Malang, Drs. H. M. Sanusi, M.M. dengan membaca doa bersama dan menyiapkan seputar keperluan kirab. Prosesi kirab dimulai dari kantor kecamatan Gondanglegi menuju terminal Gondanglegi, melewati jalan raya dan berakhir di lokasi pemakaman Mbah Sogol.

Kendi berisi air yang akan disiramkan

Dalam prosesi kirab, ada yang membawa selimut baru yang akan dipasang di makam, kendi berisi air, bunga untuk ditaburkan di makam, tumpeng, nasi kuning, buah-buahan, dan jajan pasar. Setelah sampai di makam, setelah membaca doa, warga diperbolehkan ikut memakna tumpeng, nasi kuning dan buah bersama-sama. Sayangnya, tidak semua warga diperbolehkan masuk ke makam sehingga tidak bisa mengabadikan momen ganti selimut secara langsung.
Penyerahan selimut ke Kepala desa Gondanglegi Wetan

Kebetulan, saya sempat mewawancarai Supeno yang masih memiliki garis keturunan dekat dengan Mbah Sogol. Dia jugalah yang memiliki wewenang memasangkan selimut di makam Mbah Sogol. Menurut penuturannya, kirab seperti itu sudah dilakukan selama 5 tahun terakhir. Tidak sembarangan, tumpeng, nasi kuning, dan buah-buahan yang dikirabkan tersebut sudah diikrar hajatkan sebelum dibawa oleh peserta kirab. Masing-masing memiliki makna filosofis yang mendalam.


perlengkapan kirab

Dalam masyarakat umum, Mbah Sogol dikenal sebagai orang yang membabat alas tanah Gondanglegi. Nama aslinya adalah Sudiro, salah satu keturunan dari pangeran Diponegoro dari Mataram. Atas titah pangeran Diponegoro, Sudiro beserta enam saudaranya melakukan babat alas di tanah Jawa Timur, yakni di wilayah Malang. Ia dijuluki Sogol karena kebiasaannya memasak nasi dengan cara “nyogol”, yakni proses menanak nasi dengan memasukkan beras ke dalam bambu kemudian dikukus. Sedangkan nama Gondanglegi diambil dari dua kata, yakni Gondang dan legi. Gondang berarti buah Gondang dan legi dalam bahasa Indonesia berarti ‘manis’. Biasanya, buah Gondang berasa pahit, akan tetapi buah Gondang yang dimakan Mbah Sogol ini rasanya manis. Maka daerah tersebut dinamakan Gondanglegi. “Dulu buyut tinggalnya ya di terminal itu. Dimakamkan pun di sana. Pernah suatu ketika di pindah oleh bupati pertama ke Jamu Jago pojok (sekarang) lalu tiba-tiba makamnya pindah sendiri ke tempat semula. Barulah atas kesepakatan makamnya di pindah ke TPU seperti sekarang ini,” tutur Supeno. Dalam kirab pun, masyarakat membaca tahlil di daerah terminal. Menurut Supeno, jasad dari Mbah Sogol tersebut masih utuh. Kini, makam Mbah Sogol banyak dikunjungi oleh masyarakat. Tidak hanya dari wilayah Gondanglegi, tapi juga dari berbagai daerah.

Antusiasme masyrakat setempat

Momentum kirab Mbah Sogol ini tidak hanya sebagai momen mengirim doa, namun juga sebagai pelestari budaya setempat, karena acara juga dikemas dengan naunsa adat yang kental.



Comments

  1. apakah masih ada kontak bapak supeno
    saya ingin mewawancarai beliau sebagai narasumber dalam tugas salah satu mata kuliah saya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)