Sederet Kata Untuk Abah
Sebuah sajak untuk guru saya, orang tua saya, murabbi saya. Yang ditakdirkan Allah untuk menuntun saya ke surgaNya melalui pesantren ini... Ku persembahkan sajak ini tepat di hari lahir beliau yang ke 61 (1 Januari 2017)
**************************************************
61 tahun lalu, abah terlahir
ke dunia ini untuk menjadi seorang putra yang dinanti kehadirannya, menjadi
ayah terbaik bagi putra-putri abah, menjadi guru terbaik bagi manusia di negeri
ini, dan menjadi bagian dari pejuang kalam ilahi.
Kini, pada tahun ke 61
tahun itu, kami mengenal abah sebagai sosok yang luar biasa. Abah bukan sekedar
guru bagi kami, namun juga ayah yang hebat. Meski kami bukan putra-puteri
kandung abah, namun, kasih sayang abah bak seorang ayah yang menimang kami
sejak bayi.
Abah, keberadaan kami,
mungkin hanya dalam hitungan tahun bersama abah. Dalam sehari, hanya beberapa
jam saja kami bisa menatap abah. Namun, bersama dengan abah memberikan sejuta
makan dalam hidup kami. Milyaran kata tak akan bisa mewakili rasa bahagia kami
saat bersama dengan abah. Dulu, kami selalu mengeluh, bahkan menangis ketika
abah membentak kami karena bacaan quran kami yang salah. Namun, dari sanalah
kami mulai menyayangi abah. Belajar menyayangi sosok ayah yang keras namun
penyayang dan begitu sabar menghadapi kenakalan kami. Memaklumi setiap pelanggaran
kami. Abah, dalam kebersamaan yang singkat ini, kami tahu begitu banyak hal
yang kurang dari kami. Namun, abah yang melengkapi kekurangan kami. Dimata
kami, abah adalah guru yang luar biasa. Abah yang menjadi saksi tertatihnya
kami ketika menghafal kalam ilahi. Abahlah saksi perjuangan kami meniti jalanan
terjal untuk menjadi manusia pilihan ilahi.
Kami sadar,semakin
hari, semakin berkurang waktu kebersamaan kami dengan abah. Waktu akan perlahan
pergi membiarkan kami bersama sederret kenangan bersama abah. Sebelum itu,
izinkan kami selalu berada dalam pelukan doa abah. Izinkan kami berada dalam memori
indah drama kehidupan abah. Tanpa dusta, tanpa amarah, penuh dengan cinta. Kami
sadar, kami hanya anak-anak biasa yang ditakdirkan waktu untuk mendiami pesantren
milik abah. Kami adalah anak dari Rahim seorang ibu yang dipinta bumi untuk
berada dalam asuhan abah. Namun, kemanapun kami melangkahkan kaki, doa abah
yang kami pinta. Abah telah menjadi bagian dari sejarah hidup kami, dan abadi
dalam lapisan azali yang akan kami putar ketika suatu masa nanti, kami sudah
tidak dapat lagi mengaji di hadapan abah. Semoga keberkahan senantiasa berpihak
pada abah. Semoga kami bisa menjadi kebanggan abah. Tuntun kami hingga menapaki
surga di keabadian hidup nanti,,,
Comments
Post a Comment