Obrolan dengan EP Film 12 Menit Kemenangan Untuk Selamanya


Sebuah keberuntugan ketika siang tadi saya sempat berbincang langsung dengan executive producer (EP) dari film 12 menit kemenangan untuk selamanya melalui grup what’sApp. Ia adalah Bapak Somad Sutedja.  Kebetulan juga film tersebut sempat saya garap menjadi tema mading 3D yang saya lombakan bersama tim mading MAN Gondanglegi (sekolah Aliyah saya dulu).
Saya gunakan kesempatan itu untuk mengklarifikasi beberapa informasi yang pernah saya dapatkan seputar film tersebut. Tentang pemain, diakui bahwa pemain yang ada di film 12 menit adalah anak-anak marching band daerah Bontang, dan hanya mengambil satu anak dari Jakarta. Lomba ini terinspirasi dari event Grand Prix Marching Band (GPMB) yang diselenggarakan di Jakarta setiap akhir Desember. Kisah yang diambil memang berdasarkan kisah nyata. Film ini rilis di bioskop 29 Januari 2014 dan pada 29 Desember nanti aka nada pemutaran khusus di bioskop episentrum, jam 9 pagi. Tapi, hanya tamu undangan yang menghadiri pemutaran film tersebut.
Film yang bercerita tentang marching band ini dibuat selama 2 tahun. Awal mulanya, ia diundang oleh panitia GPMB untuk menghadiri event tersebut. Ketika itu, Bapak Joko Widodo masih menjabat sebagai seorang gubernur DKI Jakarta. Makanya, tak heran jika dalam film 12 Menit muncul sosok Pak Jokowi. Melihat antusiasme peserta kala itu, membuat Pak Tedja tergelitik untuk mewawancarai mereka. “Ternyata cerita mereka luar biasa,” katanya. Berikutnya, ia menyusun sinopsis ceritanya dan mencari partner tim yang siap untuk menggarap film ini.
Alasan memilih bontang, karena di daerah Jakarta dan lainnya tidak ada yang sanggup menjalani proses pembuatan film itu. Karena berlatih khusus selama 1 tahun dan pembautan film selama 3 bulan. Selain itu, di MB Bontang anggotanya relatif tetap karena tidak setiap tahun berganti anggota seperti di grup MB lainnya. Mereka adalah gabungan dari beberapa sekolah. Mereka yang bermain dalam film itu adalah anak-anak sekitar pabrik pupuk kaltim, yang bercita-cita ingin melihat Monas, “Simpel, tapi memicu hasil yang luar biasa.” Sayangnya, dalam film ini sisi ‘ingin melihat Monas’ yang sebenarnya menjadi goal dari film itu justru tidak begitu terekpos.
Film12 menit mendapat skenario film terpuji festival film bandung 2014 dan nominasi peran pembantu pria. Pak Tedja menjelaskan, proses shooting sehari sekitar 5 sampai 8 scene, dan totalnya ada 120 scene. Syuting dilaksanakan selama 6 hari di Jakarta dan 32 hari di Bontang. Pak Tedja menuturkan juga bahwa kisah anak-anak daerah Bontang ini juga ditulis dalam bentuk novel yang terbit sebanyak 2 kali. Sayangnya, novel itu diterbitkan dalam jumlah terbatas, sedangkan versi DVD masih belum dibuat hingga saat ini.

Saya juga sempat mengatakan pada Pak Tedja, berkat film yang ia garap, muncul keluarga 12 Menit di sekolah saya yang terinspirasi dari perjuangan anak-anak Botang dalam merebut kemenangan di GPMB. Beliau pun mengapresiasi keberadaan keluarga itu, dan bersyukur karena filmnya bisa memberi pengaruh positif. Hanya saja, sangat disayangkan ketika ada oknum-oknum yang sengaja memplagiasi dan  mengunggahnya di internet. 

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)

Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah