Aksi Demo Organda Hebohkan Warga Malang

Akhir-akhir ini Kota Malang dihebohkan dengan aksi demo para sopir angkot yang tergabung dalam organda Kota Malang.  Para sopir ini menuntut wali kota Malang,  Abah Anton untuk menghentikan operasi transportasi berbasis online (TBO). 
Aksi demo yang dilakukan sopir angkot
Mulanya, bulan Februari lalu, sempat terjadi pengeroyokan pada sopir taksi online di daerah Arjosari.  Lalu,  pada Senin (20/2) para sopir angkot ini melakukan aksi demo pertama.  Angkutan mogok beroperasi sejak pagi hingga siang hari.  Namun,  masih ada beberapa angkot yang menarik penumpang di siang hari.  Meskipun sedikit meresahkan warga yang hendak menuju tempat kerja atau sekolah, tapi masih bisa diatasi.  Pemkot juga menurunkan mobil sekolah dan mencegat pengendara sepeda motor untuk mengantarkan para penumpang terlantar ini ke tempat tujuannya.  
Aksi demo di depan Balai Kota Malang ini berakhir di meja mediasi dengan menghasilkan keputusan pembatasan zona operasi untuk transportasi online.

Namun, organda berencana mengadakan demo kedua pada Senin (27/2). Rupanya,  aksi demo tersebut dialihkan pada pelaksanaan mediasi yang menghadirkan Wali Kota Malang,  perwakilan organda,  dishub Kota Malang,  dan perwakilan TBO.  Hasil dari mediasi tersebut berupa keputusan pembagian wilayah beroperasi.  Dijelaskan ada 8 wilayah yang tidak boleh dijadikan tempat mangkal TBO. Sekalipun sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa, pada kenyataannya organda tetap melakukan demo ketiga. Alasan demo susulan ini dikarenakan masih ditemukannya TBO yang beroperasi di wilayah yang sudah dilarang. 
Demo ketiga ini berlangsung pada Senin (6/3) hingga Kamis (9/3) sore. Pada demo kedua ini benar-benar tidak ada angkota yang beroperasi.  Akibatnya,  banyak pelajar,  mahasiswa,  dan penumpang lain yang terlantar. Pemkot juga menurunkan bus sekolah, mobil dinas untuk mengantar siapa saja yang membutuhkan tumpangan.  Aksi demo ketiga ini tidak main-main. Mereka memblokir jalan di sekitar Balai Kota, dan alun-alun, dan beberapa kawasan lainnya. Bahkan, aksi demo sempat mengalami kericuhan. Para sopir angkot ini juga tak segan-segan melakukan aksi demo di depan kediaman Abah Anton.
Pada kenyataannya, aksi demo ini menguntungkan para ojek konvensional, becak motor, dan gojek yang beroperasi diam-diam. Lebih parahnya, para driver yang menjadi alternatif angkutan ini memanfaatkan momen dengan menarik biaya tinggi pada penumpangnya.

Sisi menarik dari aksi demo ketiga ini juga karena adanya aksi 1000 relawan yang bersedia mengantar jemput siapa saja yang menghubungi.  Terutama berfokus pada anak-anak sekolah.  Para relawan yang mangkal di telkom kayu tangan ini berasal dari warga malang sendiri yang peduli kepada para penumpang.  Solidaritas itu mereka tunjukkan dengan aksi bertajuk #ayoladubhalokes. Mereka beroperasi mulai pagi hingga menjelang maghrib.  Para relawan ini rela tidak dibayar dan mengantar jemput kemana saja. 
Relawan Ojek Malang
Aksi demo angkutan konvensional ini memang cukup menyita perhatian publik. Terjadi perdebatan baik di medsos maupun dialog masyarakat perihal kasus yang melibatkan organda dan TBO tersebut.  Masyarakat yang pro TBO tentu menyayngkan keputusan pwmkot yang akhirnya memblokir operasi angkutan berbasis android tersebut.  Di sisi lain,  masyarakat yang biasa menggunakan angkutan konvensional menyayangkan aksi mogok mereka.  Selain karena mengganggu mobilitas warga juga timbul perspektif negatif bagi orang-orang yang memiliki pandangan "Rezeki sudah diatur Tuhan,  kok masih saja tidak terima."
Ini sebagai gambaran bahwa tidak seluruh masyarakat siap menerima kemajuan teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini.  Persaingan antara organda dan TBO tidak seharusnya berakhir dengan merugikan dan menuntut salah satu pihak.  Persaingan bisa diatasi dengan perbaikan pelayanan dan fasilitas pada kedua jenis transportasi tersebut.  Biar masyarakat yang memilih angkutan mana yang akan mereka gunakan.  Jumlah kendaraan pribadi yang terus bertambah setiap tahun juga menjadi alasan sedikitnya penumpang yang menggunakan jasa angkutan konvensional. 
Inilah salah satu bukti ketidaksiapan warga malang, khususnya sopir angkot konvensional dalam menerima perubahan budaya dan teknologi yang berkembang dengan pesat. Apapun yang terjadi, seharusnya pemerintah juga mengambil langkah yang tepat dan bijak sehingga tidak merugikan salah satu pihak dan tetap membuat masyarakat terlayani dengan baik. 
Sekalipun di daerah-daerah lain sudah pernah terjadi peristiwa serupa, masyarakat selalu berharap kondisi bisa normal kembali.  Karena memboikot angkutan online juga sama saja mematikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 

Source: dari berbagai sumber

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)

Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah