Memupuk Pengetahuan Masyarakat Tentang Lahirnya Sastra Melayu Lama

  • Contoh Resensi karangan non fiksi

Judul Buku      : Peristiwa Sastra Malayu Lama
Penyusun         : Drs. H. Soetarno
Penerbit           : PT. Widya Duta Grafika
Tahun Terbit    : 2003
Tebal               : 104 Halaman                                        
ISBN               : 979517047 – 3
Sangat disayangkan ketika kebanyakan orang di negeri ini tidak mengetahui perkembangan kesusastraan Indonesia. Faktanya, tidak hanya orang awam, tak sedikit pula akademisi yang tidak mengetahuinya. Sejatinya, kelahiran sastra yang ada di Indonesia dipengaruhi oleh sastra melayu yang mengakar kuat dalam kebudayaan masyarakat berabad-abad lalu. Sastra melayu ini kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia seperti yang beredar sekarang ini. Ditengah ketidak tahuan itu, buku berjudul Peristiwa Sastra Melayu Lama ini hadir dengan menyajikan gambaran perkembangan sastra pada periode awal perkembangan sastra melayu, lengkap dengan penjelasan dan contohnya. 
Pembabakan sastra melayu sendiri dimulai dari periode sastra klasik atau sastra lama yang berkembang sampai sekitar abad ke-18. Perkembangan sastra lama ini tergolong statis, karena segala gerak-gerik masyarakatnya masih sangat terikat dengan adat istiadat sehingga cenderung tertutup terhadap kemajuan zaman. Sastra melayu lama tersebut juga mendapat pengaruh dari Hindu, Parsi, Arab – Parsi, dan Jawa.
Sastra melayu lama banyak bercerita tentang hal-hal yang fantastis dan istana sentris, menggunakan Bahasa klise, dan kebanyakan cerita dibuka dengan kalimat Pada zaman dahulu, shahibul hikayat atau konon kabarnya. Ciri lainnya ialah  pengarang jarang sekali menyebutkan namanya (anonim).
Sastra pada periode ini terdiri dari sastra lisan dan tertulis. Sastra lisan ialah sastra yang diwariskan dari lisan ke lisan. Seseorang yang menyampaikan sastra secara lisan ini disebut pawing atau pelipur lara. Sedangkan, sastra tertulis seperti pada prasasti Kedukan Bukit (684 M), dan prasasti Talang-Tuwo (683 M). Akan tetapi, penulisannya masih menggunakan arab melayu. Barulah pada masa balai pustaka, para sastrawan menggunakan huruf latin.
Puisi lama dan prosa lama berkembang pada masa ini. Puisi lama tersebut masih terikat oleh syarat-syarat tertentu yang tradisional. Beberapa jenis puisi lama yang terdapat buku ini antara lain: bidal, pantun, karmina, talibun, syair, gurindam, seloka, dan mantra. Sedangkan dalam prosa lama, jenis-jenisnya seperti dongeng, cerita pelipur lara, hikayat, dan epos atau wiracarita.
Beberapa karya puisi lama dan prosa lama tersebut masih populer hingga saat ini. Salah satunya ialah pantun. Berikut contoh pantun yang masih sering diucapkan oleh mayarakat. (halaman 22)
Kalau ada sumur di ladang
Dapat kita menumpang mandi
Kalau ada umur panjang
Tentulah kita bertemu lagi.
Pada umumnya, pantun-pantun tersebut berisi tentang ungkapan hati masyarakat kala itu, baik tentang asmara, sosial, dan petuah. Seperti pantun di atas yang menceritakan tentang cinta kasih.
Sedangkan dalam prosa lama, yang masih populer adalah hikayat Pak Lebai Malang. Pembaca bisa menemukan hikayat Pak Lebai Malang pada halaman 53 di buku ini. Hikayat ini juga dapat ditemukan dalam versi Bahasa Inggris dan banyak beredar pada buku pelajaran Bahasa inggris di sekolah tingkat menengah dan tingkat atas. Karya-karya prosa lama yang muncul pada masa melayu lama ini bisa dikatakan fenomenal dan tak lekang oleh waktu. Seperti epos mahabarata yang lahir di India. Saat masuk ke Indonesia, epos tersebut mendapat pengaruh kepercayaan lama masyarakat Indonesia sehingga memiliki versi yang berbeda dengan cerita di India.
Buku ini ditutup dengan penjelasan sekilas tentang kesusastraan zaman peralihan. Sastra melayu ini berkembang sejak abad ke-19 dan memiliki corak yang berbeda dengan melayu lama. Kesusastraan ini disebut juga kesusastraan zaman Abdullah, karena dipelopori oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
Penulis dapat menjelaskan secara terperinci kelahiran sastra melayu lama dan bentuk-bentuknya dalam bukunya ini. Pembaca dapat mengetahui secara detail dan mendalam tentang bentuk-bentuk prosa lama dan puisi lama beserta contohnya. Disamping itu, penulis menggunakan Bahasa yang lugas dan padat sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca dari semua kalangan.
Sayangnya, buku ini tidak didukung dengan sampul dan desain yang menarik. Sehingga, pembaca menjadi tidak tertarik untuk membacanya. Selain itu, buku ini tidak diperjualbelikan secara bebas, dan hanya beredar di kalangan departermen agama RI.

Terlepas dari kekurangannya, buku ini layak dijadikan bahan bacaan dan rujukan para akademisi, terutama yang sedang belajar di jurusan bahasa dan sastra. Akan lebih baik pula jika buku ini bisa dijual bebas dan bisa didapatkan di toko-toko buku di seluruh Indonesia. 

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel “Hujan” Karangan Tere Liye

Perjuangan Tanpa Batas Sang Jenderal (Review Film Jenderal Soedirman)

Kirab Haul Mbah Sogol: Momentum Memutar Ulang Sejarah